
Lalu, secara perlahan dan pasti, bumi pun mulai pudar keindahannya. Mengikuti zamannya, mengikuti umurnya. Mengikuti ulah tangan penghuninya yang membuat tubuhnya berguncang. Membuat pesonanya semakin redup.
Bukan lagi tempat yang nyaman, bukan lagi tempat yang indah. Kini, dia senantiasa bermuram durja.
Kemurungannya adalah desauan mulutnya bak bisikan seorang Katrina, kegundahan hatinya telah membuat tubuhnya senantiasa bergetar, air matanya pun sering mengalir deras membasahi muka bumi ini, kerisauannya membuat tubuhnya semakin demam dan panas.
Tahukah kamu, bahwa semua itu sudah kita rasakan. Akankah terus kita rasakan? Kapankah dia akan kembali sejuk dan tenang? Kapankah dia kembali cerah dan mempesona?
Demi anak cucu kita... bukan siapa-siapa.
bumi kita ini hanya titipan anak cucu kita untuk dijaga bukan dirusak
ReplyDeleteYup, that is right mr Totoks :). Saya belum bisa membayangkan bagaimana nasib anak cucu kita kelak, bila bumi ini selalu terkontaminasi dengan kepentingan industri kapitalis & kurangnya kepedulian kita terhadap lingkungan.
ReplyDelete