Kebebasan itu mahal harganya. Setiap sisi individu, selalu ada keinginan untuk bebas. Bebas berpikir, bebas bereksplorasi, bebas dari segala tekanan, bebas dari rasa takut. Sering kita mengabaikan suara hati, karena terlalu takut dengan makhluk yang bernama "resiko". Berbagai bentuk ketakutan selalu menghantui. Takut tidak mendapat pekerjaan, takut ditolak, takut tidak bisa makan, takut apa kata orang, takut kalau-kalau ...takut, jangan-jangan.
Takut inilah yang menjadi kerikil atau pasir dalam mesin kehidupan kita, sehingga kita tidak bisa lepas menjadi diri sendiri. Dan tidak bisa bangga dengan diri sendiri. Sering ketakutan itu dibentuk dari masa kecil, bisa jadi orang tua terlalu khawatir dengan diri kita, orang tua takut bila terjadi apa-apa dengan kita, sehingga ketika akan melangkah atau berbuat sesuatu mereka akan berkata" Jangan.!!!!!!...nanti kamu begini lho, nanti kamu begitu ...". "Awas...nanti jatuh lho". Dari peringatan-peringatan itu, terbentuklah pola pikir untuk tidak mengambil resiko, karena ada warning dengan "failure statement". Akhirnya, kita tidak pernah berani berbuat.
Pola itu terbawa sampai sekarang. Selalu dibawah bayang-bayang ketakutan yang tidak beralasan. Ketakutan itu kita simpan dengan rapi. Dan kadang begitu dinikmati. Karena, kita ingin selalu melewati jalan aman dan terjamin. Terjamin pensiun, terjamin hari tua, terjamin tunjangan, terjamin jabatan.....dan terjamin penghidupan. "Resiko itu bukan milik kita, tapi milik mereka, pengelana & preman jalanan".
Lalu, kapan menjadi diri sendiri dengan kebebasan yang berarti? Ah ... aku juga tidak tahu pasti. Karena aku sudah puas dengan diri ini. Dan tidak mau berkembang lagi, karena takut akan jatuh lagi.
Powered by ScribeFire.
0 komentar:
Post a Comment